RESUME FILSAFAT ILMU
MATERI: EPISTEMOLOGI PARADIGMA
ISLAM
(STRUKTURALISME TRANSENDENTAL)
NAMA
KELOMPOK:
REVA RIZKI ANNISA/16710011
RAFINSKA FIRSTA E.P/16710009
PUTRI INTAN FEMILASARI/16710008
BERNICHA RIVADA/16710010
MAUGHFIRAH FEBRINA M/16710012
RAUDHATUL JANNAH/16710013
AWENDSA AMALY N.A/16710014
RAFINSKA FIRSTA E.P/16710009
PUTRI INTAN FEMILASARI/16710008
BERNICHA RIVADA/16710010
MAUGHFIRAH FEBRINA M/16710012
RAUDHATUL JANNAH/16710013
AWENDSA AMALY N.A/16710014
Epistemologi
paradigma islam
Pengertian
dari epistemologi paradigma islam adalah pandangan secara keislaman terhadap
cara-cara, tahap-tahap atau metode-metode dalam pembahasannya.
Macam-macam
epistemologi paradigma islam diantaranya:
1.
Epistemologi Bayani
2.
Epistemologi Irfani
3.
Epistemologi Burhani
4.
Epistemologi Tajribi
Ilmu
islam menjadi ilmu modern sudah tidah dapat dipungkiri lagi, banyak negeri
islam yang melakukan berbagai perbuatan dengan mengatasnamakan islam. (agama)
seperti upacara sacral dan pemujaan arwah tetapi sebenarnya hanyalah budaya.
Dengan “srukturalisme transendental” yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa
islam yang otentik memiliki kapasitas structuring (susunan). Untuk membangun
paradigma islam, posisi atau ukuran tertinggi adalah Tauhid.
Strukturalisme
transendental
Tujuan
dari strukturalisme transendental adalah mencari metode yang tepat guna
mmenerapkan (Al-Qur’an dan As-Sunnah) yang merujuk pada gejala-gejala social
yang terjadi 15 Abad yang lalu di Arab pada konteks sosial masa kini.
Dengan
adanya strukturalisme transendental yang memiliki pengaruh begitu kuat terhadap
mahasiswa ilmu social dan humaniora, maka strukturalisme transendental sangat
penting untuk dipelajari.
Contoh
yang menerapkan Strukturalisme transendental :
-belajar
mengenai kritik sastra. Harus mengeal metode strukturalisme genetic yang
menggabungkan strukturalisme dengan sejarah.
Tujuan
kita bukan memahami islam, tetapi memahami bagaimana menerapkan ajaran-ajaran
social yang terkandung pada teks lama pada konteks masa kini tanpa mengubah
strukturnya.
Struktur
Gagasan
mengenai struktur menurut Webster’s New
International Dictionary, kata sruktur berasal dari bahasa latin structure
(bangunan) dari kata structus atau stuere yang artinya menyusun. Jean piaget
dalam structuralisme menyebutkan tiga ciri dari struktur yaitu:
1.
Wholwnws (keseluruhan)
2.
Transformation (perubahan bentuk)
3.
Self regulation (mengatur diri sendiri)
a. Keseluruhan (wholeness)
Suatu
koherensi (keterpaduan). Susunan struktur itu sudah lengkap, dan struktur bukan
semata-mata terdiri dari kumpulan unsur-unsur yang lepas. Ada perbedaan antara
keseluruhan dengan unsur-unsurnya.
1.
Keutuhannya
2.
Elemen-elemen yang membentuk keseluruhan
itu
Unsur-unsur
dari suatu struktur tunduk kepada hukum yang mengatur keseluruhan system itu.
Hukum yang mengatur suatu struktur tidak dapat disusutkan dalam penjumlahan
dari hukum yang mengatur satu demi satu unsur-unsurnya. Unsur-unsur tidak
berdiri sendiri secara terpisah tetap menjadi milik suatu struktur.
b. Perubahan bentuk (transformation)
-
Struktur itu tidak tetap (statis)
-
Struktur mampu memperkaya diri dengan
menambah bahan-bahan baru
Islam
tumbuh dalam waktu yang terentang selama 23 tahun masa kerasulan Nabi.
Transformasi itu terjadi dalam masa pembentukannya secara temporal (berhubungan
dengan waktu), yakni transformasi dari islam yang semata-mata sebagai gerakan
keagamaan (monoteisme menentang politeisme) pada periode Mekkah menjadi gerakan
social politik pada periode Madinah.
Islam
juga mengalami transformasi secara spatial-historis-sosial. Islam dapat berubah
dari agama orang kota menjado agama orang desa, sehingga agama yang menekankan
pentingnya syariat itu dapat pula menjadi agama yang menekankan sufisme.
Di
Indonesia, islam mengalami transformasi dengan berbagai variasi. Bagi jawa
transforamasi itu masih berkelanjutan. Ajaran hablun minallah wa hablun
minannas juga merujuk ke transformasi permanen, yaitu ibadah kepada Tuhan dapat
menjadi solidaritas social antar manusia, aspek vertical dapat menjadi aspek
horizontal.
c. Mengatur diri sendiri
(self-regulation)
Penambahan
unsur-unsur baru tidak pernah berada di luar struktur, tetapi tetap memelihara
struktur itu. Dengan demikian, suatu struktur itu elestarikan diri sendiri dan
tertutup dari kemungkinan pengaruh luar.
Strukturalisme
Asal-usul
strukturalisme dapat ditemukan dalam metode linguistic yang dipakai oleh
Ferdinand de Saussure yang dikukuhkan dalam kuliah-kuliahnya di Jenewa sejak
2006. Menurut Michael Lane, dalam Introduction to Structuralism (New York :
Basic Books Inc., 1970), ciri pertama dari metode strukturalisme analitis
mempelajari unsure, tetapi ia selalu diletakan dibawah suatu jaringan yang
menyatukan unsure – unsure itu. Jadi rumusan pertama dari strukturalisme ialah
bahwa unsure hanya bisa dimengerti melalui keterkaitan (interconnectedness)
antar unsur. Kedua, strukturalisme tidak mencari struktur di permukaan, pada peringkat
pengamatan, tetapi di bawah atau di balik realitas empiris. Apa yang ada di
permukaan adalah cerminan dari struktur yang ada di bawah (deep structure),
lebih ke bawah lagi ada kekuatan pembentuk struktur (innate structuring
capacity). Ketiga, opposition (pertentangan antara dua hal). Keempat,
strukturalisme memperhatikan unsur-unsur yang sinkronis, bukan yang diakronis.
Inter-connectedness
Keterkaitan
sangat ditekankan dalam islam. Misalnya keterkaitan antara puasa dan zakat,
hubungan vertical (dengan Tuhan) dengan hubungan horizontal (antar manusia, dan
antara shalat dengan solidaritas sosial. Dalam QS Al-Maun disebutkan dengan
jelas, termasuk mendustakan agama bagi mereka yang shalat tetapi tidak
mempunyai kepedulian sosial terhadap kemiskinan. Keterkaitan juga bisa sebagai
logical consequences dari satu unsure. Seluruh rukun Islam lainnya (shalat,
zakat, puasa, haji) adalah konsekuensi logis dari syahadah. Zakat adalah
konsekuensi logis dari puasa, yaitu setelah orang merasakan sendiri penderitaan,
lapar, dan haus.
Innate
structuring capacity (kapasitas penataan bawaan)
Dalam islam tauhid
mempunyai kekuatan membentuk struktur yang paling dalam, yaitu:
1.
Akidah
2.
Ibadah
3.
Akhlak
4.
Syari’at
5.
Muamalah
Dari
kelima struktur diatas hanya ada empat yang akan berubah dari waktu ke waktu,
sedangkan muamalah dapat berubah seiring berjalannya waktu.
Binary
opposition
Dalam
islam juga diajarkan dua gejala yang saling bertentangan, yaitu pasangan dan
musuh yang masing-masing menghasilkan keseimbangan dan konflik. Dalam
strukturalisme, pertentangan yang berupa pasanganlah yang dimaksud.
-
Pertentangan yang seimbang
1. Lahir
dengan batin
2. Badan
dengan ruh
3. Dunia
dengan akhirat
4. Laki-laki
dengan perempuan
5. Orang
kaya dengan orang miskin
-
Pertentangan yang menghasilkan konflik
1. Tuhan
dan setan
2. Mukmin
dan musyrik
3. Ma’ruf
dan mungkar
4. Syukur
dan kufur
5. Surga
dan neraka
6. Halal
dan haram
Transedental
Transedental
berasal dari bahasa latin transcendere yang artinya memanjat. Adapun arti
transenden menurut kamus besar bahasa Indonesia ialah diluar batas pengetahuan
dan kesanggupan manusia, atau diluar batas normal, yakni sesuatu yang luar
biasa atau sebagainya. Kalau dalam matematika kata ini digunakan untuk bilangan
ataupun fungsi tertentu, akan tetapi dalam Filsafat kalimat ini menunjuk kepada
Tuhan atau wujud-Nya. Arti transedental dalam Webster’s new international
dictionary dengan makna abstrak metafisis dan melampaui.
Sastra
transedental di pakai untuk menyebut sastra yang dihasilkan oleh orang orang
seperti Sutardji Calzoum, Bachri dan Abdul Hadi dalm puisi dan Danarto dalam
cerita pendek. Ketiga pengarang ini memakai masalah masalah spiritual dan
masalah ketuhanan sebagai tema. Pada saat ini sastra transendental sangat
diperlukan karena manusia hanya mungkin dapat diselamatkan oleh iman dan pada
seni rupa islam kontemporer di Indonesia seperti tampak dalam karya Ahmad
Sadali, Amang Rahman, A.D. Pirous dan Amri Yahya disebut dengan sastra
transedental Karena mencoba mengungkapkan alam malaku (ketuhanan) dengan
meninggalkan alam syahadah (nyata/ dunia).
Teknologi,
ilmu, dan manajemen memang membawa kemajuan, tetapi gagal membawa kebahagiaan,
seperti kekerasan adalah akibat kemajuan teknologi perang, kekuasaan pasar
adalah buah dari penguasaan ilmu, kesenjangan adalah hasil ketimpangan
manajemen dan semua ini tanpa adanya iman. Transcendental dalam arti spiritual
akan membantu kemanusiaan menyelesaikan masalah-masalah modern.
Yang
kita maksudkan disini ialah transdental dalam arti MELAMPAUI. Dan muncullah
pertanyaan pertanyaan mengganggu pikiran seperti : bagaimana mungkin kita
menerapkan episteme sosial yang lahir 15 abad yang lalu kepada masa kini dan
disini? Adanya jarak geografis, historis dan sosial.
Saat
ini banyak agamawan banyak yang tidak dapat melihat gejala-gejala modern
sehingga orang yang mempunyai personal piety tinggi sekalipun terlibat dalam
kolusi, nepotisme dan monopoli tetap dianggap beramal shaleh karena referensi
yang dipakai adalah pengetahuan dari abad pertengahan islam. Banyak agamawan
yang gagal memahami dari kesenjangan structural seolah semuanya adalah
kemiskinan natural, agamawan tersebut gagal membedakan gejala alamiah dan
gejala buatan manusia.
Kegagalan
tersebut disebebakan karena kesadaran sejarah yang rendah. Islam yang lahir di
kota-kota preindustrial pada abad ke-7
(pedagang; makkah, madinah), abad ke-13 ( pedagang; aceh) abad ke-15 (pedagang;
Demak) dan pada abad ke-17( petani;Mataram). Sementara ismlam sudah menjadi
kerajaan dari India sampai Spanyol. Dan kini di Indonesia sebagian menjadi agama
pedesaan (petani;praindustrial), orang kota (kelas menengah, buruh,
industrial), dan sebagian kecil sekali orang metropolitan
(elit;pascaindustrial).
Tanpa
kesadaran sejarah, kita gagal dalam memahami perubahan-perubahannya, seolah
tanpa kecuali pada abad ke-7 itu tidak mengalami transformasi karena islam
abadi dan universal. Bagi mereka seolah-olah pembangunan, industrialisasi, dan
urbanisasi tidak ada pengaruh apa-apa pada masyarakat islam.
Strukturalisme Transendental
Orang
yang belajar ilmu – Ilmu alam akan menerima agama (akidah, ibadah, akhlak,
syariat, mualamah) sebagai adanya, sebagai mana mereka menerima hukum – hukum
ilmu – ilmu alam. Bagi mereka yang mempelajari ilmu – ilmu agama saja mungkin
terkejut dengan gejalan “modern” seperti cadar, jubah (seperti dalam Jamaah
Tabligh), kepercayaan akan Imam Mahdi (seperti dalam Darul Arqam), kepemimpinan
“amir” (seperti dalam Darul Hadis alias LDII), aliran kepercayaan (GBHN 1978),
dan bermacam – macam aliran yang mirip cult. Agama Kristen yang membedakan
dengan jelas Hak Raja dan Hak Tuhan bisa menerima sekularisme, sedangan Islam
yang tidak membedakan antara dunia dan akhirat tidak menerima sekularisme.
Dalam islam, sejumlah agenda baru diperlukan supaya agama “sesuai” dengan
perubahan – perubahan, supaya unsur mualamah-nya tidak ketinggalan zaman. Namun
diperlukan perluasan – perluasan supaya mualamah Islam lebih efektif. Perluasan
itu berupa enam macam kesaran, yaitu (1) kesadaran adanya perubahan, (2)
kesadaran kolektif, (3) kesadaran sejarah, (4) kesadaran adanya fakta social,
(5) kesadaran adanya masyarakat abstrak, dan (6) kesadaran perlunya
objektifitas.