Senin, 18 September 2017

pokok pembahasan ulumul qur'an

16.16 0 Comments


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam pembahasan makalah kali ini, kita akan membahas mengenai Ulumul Qur’an. Tapi sebelumnya, disini kami akan menjelaskan pengertian dari Al-Qur’an itu sendiri. Al Qur’an adalah Kalam Allah yang di turunkan kepada Rasulullah SAW melalui perantara malaikat Jibril. Al Qur’an sebagai sumber ilmu bagi kaum muslimin yang telah mencakup segala dasar-dasar hukum. Sedangkan Ulum berasal dari kata ilm, yang artinya ilmu. Dengan demikian Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang Al Qur’an. Termasuk ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an seperti Makkiyah Madaniyah, Nasikh Mansukh, Muhkam Mutasyabih dan lain-lain. Di dalam Ulum Qur’an juga membahas tentang Ilmu Tafsir karena Ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an keduanya memiliki relasi.
Penting bagi kita untuk mempelajari dan memahami Ulumul Qur’an. Karena dengan mempelajari Ulumul Qur’an,  kita akan mengetahui gambaran tentang Al Qur’an dari aspek turunnya ayat (Asbabun Nuzul), Tafsir, Pengumpulan dan Penulisan Al-Quran dan lain sebagainya. Selain itu kita dapat menafsirkan dan memahami Al Qur’an tanpa adanya kekeliruan. Ulumul Qur’an memiliki relasi yang erat dengan tafsir. Dengan kita mempelajarinya, kita akan menjadi lebih mengerti bahwa Al Qur’an tidak sebatas kitab yang di sampaikan kepada Rasulullah, melainkan keterangan dan penjelasan serta hal-hal yang di wakilkan dari sahabat Rasulullah dan tabi’in yang berkontribusi dalam menafsirkan tiap ayat Al Qur’an.
  1. RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari Ulumul Qur’an?
2.      Apa saja ruang lingkup Ulumul Qur’an?
3.      Apa saja cabang-cabang pokok dari Ulumul Qur’an?
4.      Apa saja macam-macam tafsir?

B.     TUJUAN
1.      Untuk memahami pengertian dari Ulumul Qur’an
2.      Untuk mengetahui ruang lingkup Ulumul Qur’an
3.      Untuk mengetahui cabang-cabang pokok dalam Ulumul Qur’an
4.      Untuk memahami macam-macam tafsir

















BAB II
PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Sebelum kita membahas mengenai Ulumul Qur’an. Sebaiknya kita mengetahui apa arti Al Qur’an. Menurut bahasa, yaitu Al-Lihyani seorang ahli Bahasa, ia berpendapat Al Qur’an merupakan kata benda (mashdar) dari kata kerja (fi’il) yang berarti bacaan (Studi Al Quran hal 1). Sedangkan menurut ahli Bahasa, al-Farra’ berpendapat Al Qur’an berasal dari kata al-Qara’in jamak dari kata Qarinah yang berarti petunjuk (Studi Al Quran hal 1 dan 2). Di dalam Al Qur’an surah Al Waqiah ayat 77-78 juga sudah di jelaskan, artinya “Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfudz)”(Studi Al Quran hal 2 dan 3). Sedangkan secara istilah, Menurut as Sabuni, Al Qur’an adalah kalam Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi dan Rasulullah melalui malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, membacanya merupakan ibadah yang diawali dengan surah Al Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas(Studi Al Qur’an hal 3).
Sedangkan Ulumul Qur’an berasal dari dua kata: ‘Ulum dan Al Quran. ‘Ulum adalah jamak dari kata tunggal yaitu ‘ilm, yang berarti ilmu. Secara harfiah, Ulumul Qur’an dapat diartikan sebagai ilmu-ilmu Al Qur’an atau ilmu yang membahas Al Qur’an. Secara istilah, menurut Muhammad ‘Ali al-Shabuni adalah rangkaian pembahasan yang berhubungan dengan Al Qur’an yang agung lagi kekal, baik dari segi (proses) penurunan dan pengumpulan serta tertib urutan-urutan dan pembukuannya; maupun dari sisi pengetahuan tentang sebab nuzul, makkiyah madaniyyah, nasikh mansukhnya, muhkam mutasyabihnya dan pembahasan lain yang berkenaan dengan Al Quran atau yang berhubungan dengan Al Qur’an.
  1. RUANG LINGKUP ULUMUL QURAN
Ruang lingkup Ulumul Quran adalah segala pembahasan mengenai al-qur’an baik langsung maupun tidak langsung. Biasanya pembahasan mengenai pengertian al-qur’an baik secara etimologis maupun terminologis, termasuk di dalamnya tentang wahyu. Kemudian dibahas tentang turunnya al-qur’an dari Allah SWT ke Lauh Mahfuzh, lalu ke Baitul ‘Izzah di langit dunia, lalu kepada Nabi Muhammad SAW. Setelah itu dibahas tentang makkiyah dan madaniyah, apa yang menjadi ukuran dalam pengelompokan surat atau ayat tersebut. Apakah tempat penurunannya, waktu atau sasaran penurunannya kepada siapa al-qur’an disampaikan. Ulama juga tidak lupa membahas tentang ayat pertama dan yang terakhir diiturunkan.
Pembahasan dilanjutkan tentang sejarah pengumpulan al-quran, baik dari sisi hafalan, dan penulisannya, mulai dari zaman Rasulullah, zaman Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, dan zaman Khalifah Utsman bin ‘Affan. Juga dibahas mengenai ayat dan surat, berapa jumlahnya, susunan ayat-ayat dan surat-surat, dan juga penamaan masing-masing surat, apakah susunan dan penamaan itu bersifat tauqifi atau taufiqi?
Selanjutnya membahas tentang ashab an-nuzul yaitu pertanyaan yag diajukan kepada Rosulullah kemudian turun al-qur’an (satu atau beberapa ayat atau satu surat) merseponnya. Membahas juga tentang qiraah, mana yang dapat diterima dan mana yang tidak, apa kriterianya dan siapa saja imam-imam qiraah yang masyhur.
Kemudian membahas tentang nasikh mansukh, apakah terdapat dalam al-qur’an. Sebagian ulama menolak adanya nasikh mansukh dalam al-qur’an, dan sebagian ulama lainnya menerima bahkan sangat mudah menetapkannya sehingga jumlah nasikh mansukh sangat banyak, tetapi ada juga ulama yang mengambil jalan tengah dengan menerima dengan selektif. Lalu dibahas pula tentang muhkam dan mutasyabih, apa yang dimaksud dan apa saja aspek-aspek tasyabuh, bagaimana sikap para ulama terhadap ayat-ayat mutasyabihat dan hikmah dengan adanya ayat-ayat tersebut. Tidak lupa juga membahas tentang munasabah dalam al-qur’an, yaitu hubungan antara satu ayat atau surat dengan ayat atau surat sebelum dan sesudahnya. Dan juga membahas macam-macam kisah di dalam al-qur’an, apakah ada kisah dalam al-qur’an yang fiktif?
Membahas juga tentang mukjizat al-qur’an dari aspek bahasa, sejarah, ramalan masa depan dan aspek ilmu pengetahuan. Kemudian terakhir dibahas tentang tafsir al-qur’an, pengertian tafsir, bentuk, metode dan corak atau warna penafsiran, termasuk membahas tentang tafsir al-qur’an tematis atau at-tafsir al-maudhu’i.
  1. POKOK PEMBAHASAN
Secara garis besar Ilmu Al-Qur’an terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1.    Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan sebab-sebabnya.
2.    Ilmu yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Namun, Ash-Shiddieqi memandang segala macam pembahasan Ulumul Qur'an itu kembali kepada beberapa pokok persoalan, sebagai berikut:
1.    Persoalan nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an, sebab-sebab turunnya Al-Qur'an, dan sejarah turunnya Al-Qur'an.
2.    Persoalan sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qira'at Nabi, para periwayatnya dan para penghafal Al-Qur'an, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
3.    Persoalan ada’ al qiroah (cara membaca Al-Qur'an) hal ini menyangkut waqof (cara berhenti), Ibtida’ (cara memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah), idghom ( memasukkan bunyi huruf yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya).
4.    Pembahasan yang menyangkut lafal Al-Qur'an yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytariq (lafal yang mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arab (metaphor), dan tasbih (penyempurnaan).
5.    Persoalan makna Al-Qur'an yang berhubungan dengan Al-Qur'an, yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, yang nash, yang dzahir, yang mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), yang mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh, jelas)mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh (menghapus), mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor ( dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja.
6.    Persoalan, makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) washl (berhubungan), ijaz (singkat) ithnab (panjang), musawah (sama) dan qahr (pendek).

  1. MACAM-MACAM TAFSIR
Diantara cabang Ulumul Qur’an, yang paling utama adalah ilmu tafsir. Ilmu Tafsir sangat penting karena dalam menggali dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an, ilmu tafsir berperan penting.
·         Pengertian Tafsir
Secara bahasa, tafsir dapat diartikan sebagai menjelaskan (al-idhah), menerangkan (al tibyan), menampakkan (al izhar) dan mengungkapkan (Studi Al Qur’an). Kata tafsir sendiri berasal dari kata yang al-fasr yang berarti membuka sesuatu yang tertutup. Sedangkan, tafsir menurut Ulumul Al Qur’an adalah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafadz. Menurut Al Jurjani dalam kitab At-Ta’rifat adalah Tafsir pada asalnya adalah membuka dan mejelaskan sedangkan menurut syara’ adalah menjelaskan makna ayat, keadaannya, kisahnya dan sebab ayat di turunkan, dengan lafal yang menunjukkannya dengan jelas. Sedangkan menurut Abdul Azhim Az-Zarqani dalam kitabnya yang berjudul Manahilul ‘Irfan artinya Tafsir dalam pengertian istilah adalah Ilmu yang membahas Al Qur’anul Karim sari segi pemahaman maknanya, sesuai yang dikehendaki Allah SWT menurut kadar kemampuan manusia. Berikut adalah macam-macam tafsir dalam berbagai dimensi:
1.      Tafsir bil Ma’tsur/ bi al-Riwayah/bi al-Manqul
Secara bahasa bil Ma’tsur artinya adalah menyebutkan atau mengutip dan memuliakan atau menghormati. Al atsar juga berarti sunnah, hadis, jejak, bekas dan pengaruh. Maka al Ma’tsur hakikatnya adalah penafsiran Al Qur’an yang dilakukan dengan cara menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan Sunnah/Hadits. Berikut jenis-jenis tafsir bil Ma’tsur
i.                    Tafsir Al Qur’an bi Al Qur’an, Yaitu menafsirkan bagian kosakata tertentu Al Qur’an dengan bagian ayat Al Qur’an yang lain. Ada yang dalam bentuk menafsirkan ayat yang satu dengan ayat yang lain dalam -surat yang sama, dan ada pula dalam bentuk menafsirkan ayat satu dengan ayat yang lain dalam surat yang berbeda. Contoh: didalam Surah Al Fatihah ayat 6 yang selanjutnya di tafsirkan dengan Al Fatihah ayat 7.
-          Contoh Tafsir  bil Al Ma’tsur
Didalam Surah Al Fatihah:6
“Tunjukilah kami jalan yang lurus” Makna jalan yang lurus diartikan di ayat selanjutnya.
“(Yaitu) jalan orang-orang yang engkau anugerahkan nikmat kepada mereka bukan (jalan) mereka yang di murkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
ii.                  Tafsir Al Qur’an bi AsSunnah Nabawiyyah, menafsirkan Al Qur’an dengan hadits. Sesuai dengan kedudukannya hadits disini sebagai penjelas makna Al Qur’an.
-          Contoh dalam surah Al Baqarah ayat 43
Firman Allah tersebut menjelaskan tentang kewajiban mendirikan shalat lalu di tafsirkan dalam sabda Rasulullah “Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihat aku shalat”

·         Contoh kitab Tafsir Bil Ma’tsur adalah
a.       Jami’ Al Bayn Karya Ibnu Jarir a Thabari
b.      Tafsir Al Qur’an al Azhim Karya Imad al-Din
c.       Tafsir al Samarqandi Karya Nasr Bin Muhammad bin Ahmad Abu al Laits al Samarqandi.
d.      Dll.
·         Kelebihan dan kekurangan Tafsir bil Ma’tsur adalah
Kelebihannya adalah menjadi tafsir yang paling berkualitas dan paling tinggi kedudukannya. Namun kelemahannya adalah mencampuradukkan antara riwayat yang shahih dan yang tidak shahih.
2.      Tafsir bi Dirayah/bil Ma’qul/bi al Ra’yi/bi al Ijtihad
Kata dirayah dari kata dara-yadri-dayra-wardiyatan-wadiyaratan yang artinya mengerti, mengetahui, dan memahami. Kata dirayah, merupakan sinonim dari kata ra’yun yang berarti melihat, mengerti, menyangka, mengira. Dalam istilah, Tafsir bi al Ra’yi adalah penafsiran Al Qur’an yang dilakukan berdasarkan ijtihad mufassir. Dengan kata lain tafsir ini lebih berorientasi kepada penalaran ilmiah yang bersifat aqli/rasional.
·         Contoh kitab Tafsir bi al Ra’yi:
a.       Tafsir Jalalain
b.      Mafatih al Ghaib
c.       Al Tibyan fi Tafsiri Al Qur’an, dll.
·         Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bi al Ra’yi
Kelebihannya adalah terletak pada kemungkinan mufassir dapat menafsirkan seluruh ayat Al Qur’an secara dinamis dan sesuai dengan perkembangan IPTEK. Kelemahannya adalah terdapat kemungkinan penafsiran yang dipaksakan dan subjektif.




Contoh Tafsir bi al Ra’yi
Artinya: “Hai, Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, putri-putrimu dan istri orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan kain keseluruh tubuh mereka”, Dengan pakaian serupa itu, mereka lebih mudah dikenal maka mereka tidak diganggu lagi dan Allah senantiasa Maha Pengampun dan Maha Penyayang”
Maka dari ayat tersebut wanita di minta untuk memakai jilbab, demi kebaikan mereka. Dalam kaidah ushul fiqh hal ini termasuk hukumnya wajib. Namun ada yang berpendapat bahwa menggunakan jilbab itu wajib namun bersifat kondisional.
3.      Tafsir bi al Isyarah/Tafsir Shufiyah/Tafsir Bathiniyyah
Al Isyarah, adalah persamaan dengan kata al-dalil yang berarti tanda, petunjuk, indikasi, isyarat, perintah, panggilan, nasihat dan saran. Sedangkan tafsir bi al Isyarah adalah menakwilkan Al Qur’an dengan mengesampingkan makna lahiriyah karena ada isyarat tersembunyi yang hanya bisa di ketahui oleh orang yang mengetahui ilmu tasawuf.
·         5 Syarat Tafsir bi al isyarah
a.       Tidak menafikan makna lahir dari makna yang ada didalam Al Qur’an
b.      Mufassir perlu mempertimbangkan makna tersurat, tidak boleh mengklaim inilah satu-satunya penafsiran yang benar
c.       Tidak menggunakan takwil yang jauh dan menyimpangkan
d.      Tidak bertentangan dengan dalil syara’ maupun aqli
e.       Ada pendukung dalil syar’i yang memperkuat penafsiran
·         Contoh Kitab Tafsir bi al Isyarah
1.      Ghara’ib Al Qur’an wa Ragha’ib al Furqon
2.      ‘Ara’is al Bayan fi Haqa’iq Al Qur’an
3.      Tafsir wa Isyarat Al Qur’an
·         Kelebihan dan kekurangan Tafsir bi al Isyarah
Penafsiran dalam Al quran tidak seperti dzahirnya, cenderung menggunakan hati nurani dan hanya dapat dipahami oleh orang yang memiliki ilmu tasawuf karena terdapat kesamar dalam penafsirannya.
Salah satu contoh bentuk penafsiran dari Tafsir bi al Isyarah
Yang makna zahirnya adalah “Dan (Ingatlah) seketika berkata Musa kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah mememrntahkan kamu menyembelih seekor sapi betina. Mereka berkata: Apakah akan engkau ambil kami ini jadi permainan? Dia berkata: Berlindung aku kepada Allah, daripada jadi seorang diantara orang-orang yang bodoh” Didalam Tafsir bi al Isyarah dijelaskan makna menyembelih seekor sapi betina dengan “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah”.





BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi. Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia.











DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Yunahar. 2014. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Itqan Publishing.
Anwar, Rosihan. 2000. Ulum Al-Quran. Bandung: Pustaka Setia.
 Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’I. 1997. Ulumul Quran 1. Bandung: Pustaka Setia.                 
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Press
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2011. Studi Al Qur’an. Surabaya: IAIN SA Press.

Diberdayakan oleh Blogger.

Follow Us @soratemplates