BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sudah
lama kita menjadi seorang muslim. Banyak nikmat yang telah kita dapatkan ini
patut kita syukuri, karena kenikmatan inilah yang akan menentukan kebahagiaan
dan kesengsaraan kita di hari akhir nanti. Dalam makalah ini kita akan membahas
tentang akidah pokok dan cabang. “Sudah sejauh manakah kita telah memahami dan
mengamalkan ajaran kita ini?” inilah pertanyaan yang paling penting yang harus direnungkan dan dijawab, karena
jawaban pertanyaan ini yang nantinya sangat menentukan kualitas keislaman dan
ketaqwaan kita.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian Akidah?
2.
Apa pengertian Akidah Pokok dan
Cabangnya?
3.
Apa saja prinsip dasar Akidah?
4.
Bagaimana klasifikasi akidah pokok dan cabangnya?
MAKSUD DAN TUJUAN
1.
Untuk memahami aqidah-aqidah pokok dan
cabang.
2. Menjadikan
manusia lebih baik dan sempurna dalam agamanya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AKIDAH
Secara
etimologis akidah berasal dari kata ‘aqada- ya’qidu- ‘uqdatan- ‘aqidatan. Artinya
simpul, ikatan atau perjanjian. Jadi aqidah adalah keyakinan yang tersimpul
kuat didalam hati bersifat mengikat dan mengandung perjanjian. Para ulama’
mendefinisan aqidah sebagai“sesuatu yang terikat kepadanya hati dan hati
nurani.” Dalam Al-qur’an kata “aqidah” diartikan sebagai : “wahai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” Sedangkan secara
terminologi akidah adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus
dipegang teguh oleh orang yang mempercayainya. dan dalam hal ini Allah
SWT telah mejelaskan melalui firman-Nya dalam surah Al-Ikhas ayat satu dan dua.
Yang artinya “ Katakanlah Dia-Lah Allah, Yang Maha Esa. Allah Adalah Tuhan Yang
Bergantung Kepada-Nya Segala Sesuatu.” QS Al-Ikhlas ([112]: 1-2)
Dan
dalam hal ini Menurut Hasan Al-Banna, aqa’id (jama’ akidah)
adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati,
mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun
dengan keragu-raguan. Dan Menurut Abu
Bakar Jabir Al-Jazairy, akidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara umum oleh manusia baik secara akal, dan fitroh. Kebenaran itu
dipatrikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihannya dan
keberadaannya secara pasti.
B. PENGERTIAN
AKIDAH POKOK DAN CABANGNYA
Setelah
berakhirnya kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab umat Islam tidak dapat
menahan diri dengan apa yang telah dijaga bersama. Kemudian muncul kemelut yang
pada klimaksnya melahirkan peristiwa pembunuhan Khalifah Usman bin Affan (Tahun
345-656 M) oleh para pemberontak yang sebagian besar dari Mesir yang tidak puas
dengan kebijakan politiknya. Memang secara lahir nampak peristiwa adalah
persualan politik yang berkembang menjadi persoalan Akidah (Teologi) yang
melahirkan berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat
yang berbeda-beda. Pada masa umat Islam tidak mampu lagi mempertahankan
kesatuan dan keutuhan akidah, karena masing-masing berusaha membuka persoalan
akidah yang pada masa sebelumnya terkunci. Masing-masing kelompok membawa
keluar persoalan Akidah untuk dilepaskan bersama kelompoknya sehingga muncul
pemahaman versi kelompok tersebut. Maka lahir cabang-cabang akidah yang
pemahaman bervariasi dari masing-masing aspek rukun iman misalnya rukun iman
yang pertama (iman kepada Allah) muncul perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam
membicarakan zat tuhan, sifat tuhan, dan af’a,al (perbuatan) tuhan.
Awalnya
peristiwa ini hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi
persoalan teologi sehingga melahirkan berbagai
aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini
umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya,
karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya
terkunci.Yang dimaksud akidah pokok adalah Akidah umat Islam pada
masa Nabi dan masa khalifah Abu Bakar As-Sidik dan Umar bin Khattab persoalan
akidah masih dapat dipertahankan yaitu disebut Rukun Iman yang mencakup 6
aspek dalam pembahasan ini disebut
dengan akidah pokok yaitu:
1. Iman
Kepada Allah
2. Iman
Kepada Malaikat
3. Iman
Kepada Kitab
4. Iman
Kepada Rasul
5. Iman
Kepada Hari Kiamat
6. Iman
Kepada Qada dan Qadar
a. Tuhan
Dalam masalah
sifat Tuhan juga muncul persoalan, apakah Tuhan itu mempunyai sifat atau tidak.
Hal ini muncul 2 golongan yang berpendapat berbeda yang menggambarkan tuhan
dengan sifat-sifat bentuk jasmani atau fisik, yaitu:
Pertama : golongan Mu’tazilah
berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Dia adalah Esa, bersih dari
hal-hal yang menjadikannya tidak Esa. Mereka meng-EsakanTuhan dengan
mengkosongkan Tuhan dari berbagai sifat-sifat.
Kedua
: Golongan
Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diwakili oleh golongan Ay’ariyah dan Maturidiyah
meyakini bahwa Tuhan mempunyai sifat yang sempurna dan tidak ada yang
menyamai-Nya. Mensifati Tuhan dengan sifat-sifat kesempurnaan tidak akan
mengurangi ke-Esaan-Nya.
Inti
pokok ajaran Al-Qur’an adalah Akidah. Sedangkan inti dari akidah adalah tauhid
yakni keyakinan bahwa Allah SWT Maha Esa. Tidak ada tuhan selain-Nya.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
“Katakanlah:
“Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan dia.” (Q.S.Al-Ikhlas : 1-4)
Allah
telah mensifati diri-Nya dalam Al-Qur'an dengan lafal-lafal yang pada asalnya
untuk mengindikasikan makna-makna bumi dan pengertian-pengertian manusia,
sekalipun Allah itu tidak bisa diserupai oleh sesuatu pun. Adapun sifat-sifat
Allah SWT terdapat 20 yang wajib dan 20 yang muhal bagim Allah serta 1
yang jaiz bagi Allah. Sifat-sifat yang wajib bagi Allah SWT adalah:
1.
Ada (Al-Wujud)
2. Dahulu (Al-Qidam)
3. Kekal (Al-Baqa')
4. Berbeda dengan Mahluk Lain (Al-Mukhaalafatuhu lil Hawaadits)
5. Ada dengan sendirinya (Al-Qiyaamuhu bi Nafsihi)
6. Maha Esa/Tunggal (Al-Wahdaniyah)
7. Mahakuasa (القدرة)
8. Maha Berkehendak (الإرادة)
9. Maha Mengetahui (العلم)
10. Mahahidup (الحياة)
11. Maha Mendengar (السمع)
12. Maha Melihat (البصر)
13. Allah Maha Berkata (Al-Kalam)
14. Keadaan-Nya Maha Kuasa (Kaunuhu Qadiran)
15. Keadaan-Nya Maha Berkehendak (Kaunuhu Muridan)
16. Keadaan-Nya Maha Mengetahui (Kaunuhu 'Aliman)
17. Keadaan-Nya Mahahidup (Kaunuhu Hayyan)
18. Keadaan-Nya Maha Mendengar (Kaunuhu Sami'an)
19. Keadaan-Nya Maha Melihat (Kaunuhu Bashiran)
20. Keadan-Nya Maha Berbicara (Kaunuhu Mutakalliman)
2. Dahulu (Al-Qidam)
3. Kekal (Al-Baqa')
4. Berbeda dengan Mahluk Lain (Al-Mukhaalafatuhu lil Hawaadits)
5. Ada dengan sendirinya (Al-Qiyaamuhu bi Nafsihi)
6. Maha Esa/Tunggal (Al-Wahdaniyah)
7. Mahakuasa (القدرة)
8. Maha Berkehendak (الإرادة)
9. Maha Mengetahui (العلم)
10. Mahahidup (الحياة)
11. Maha Mendengar (السمع)
12. Maha Melihat (البصر)
13. Allah Maha Berkata (Al-Kalam)
14. Keadaan-Nya Maha Kuasa (Kaunuhu Qadiran)
15. Keadaan-Nya Maha Berkehendak (Kaunuhu Muridan)
16. Keadaan-Nya Maha Mengetahui (Kaunuhu 'Aliman)
17. Keadaan-Nya Mahahidup (Kaunuhu Hayyan)
18. Keadaan-Nya Maha Mendengar (Kaunuhu Sami'an)
19. Keadaan-Nya Maha Melihat (Kaunuhu Bashiran)
20. Keadan-Nya Maha Berbicara (Kaunuhu Mutakalliman)
b.
Malaikat
Iman kepada
malaikat mengandung arti bahwa seorang mukmin hendaknya percaya sepenuhnya
bahwa Allah menciptakan sejenis makhluk yang disebut malaikat.
Malaikat ialah makhluk halus ciptaan Allah yang terbuat dari Nur (cahaya). Mereka adalah hamba Allah yang mulia dan selalu menuruti perintah-Nya. Malaikat tidak mempunyai nafsu dan mereka tidak pernah mendurhakai kepada Allah dan senantiasa menjalankan tugasnya.
Malaikat ialah makhluk halus ciptaan Allah yang terbuat dari Nur (cahaya). Mereka adalah hamba Allah yang mulia dan selalu menuruti perintah-Nya. Malaikat tidak mempunyai nafsu dan mereka tidak pernah mendurhakai kepada Allah dan senantiasa menjalankan tugasnya.
Tugas dan
pekerjaan malaikat berbeda-beda mereka dipimpin oleh sepuluh malaikat yang
wajib diyakini, yakni:
a. Jibril, yaitu yang menjabat pimpinan malaikat dan
menyampaikan wahyu.
b. Mikail bertugas mengatur kesejahteraan manusia dan semua makhluk.
c. Izra’il bertugas mencabut nyawa semua jenis makhluk.
d. Munkar dan Nakir bertugas menanyai manusia setelah mati didalam kubur.
e. Raqib dan Atid bertugas mencatat semua amal kebaikan dan keburukan manusia.
f. Israfil bertugas meniup terompet pada hari kiamat dan hari kebangkitan.
g. Ridwan bertugas menjaga surga
h. Malik bertugas menjaga neraka
b. Mikail bertugas mengatur kesejahteraan manusia dan semua makhluk.
c. Izra’il bertugas mencabut nyawa semua jenis makhluk.
d. Munkar dan Nakir bertugas menanyai manusia setelah mati didalam kubur.
e. Raqib dan Atid bertugas mencatat semua amal kebaikan dan keburukan manusia.
f. Israfil bertugas meniup terompet pada hari kiamat dan hari kebangkitan.
g. Ridwan bertugas menjaga surga
h. Malik bertugas menjaga neraka
c.
Kitab-Kitab
Permasalahan
yang diikhtilafkan dikalangan orang islam ialah apakah Al-Qur’an itu Qadim
(kekal) atau Hadis (baru). Golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah berpendapat
bahwa Al-Qur’an adalah Qadim bukan makhluk (diciptakan). Sedangkan pendapat
yang lain mengatakan bahwa Al-Qur’an tidak Qadim karena Al-Qur’an itu makhluk
(diciptakan).
Beriman kepada kitab
Allah ialah mempercayai bahwa Allah menurunkan beberapa kitab kepada para Rasul
untuk menjadikan pedoman hidup manusia dalam mencapai kebahagiaan didunia dan
akhirat. Kitab-kitab yang telah diturunkan Allah kepada para rasul cukup
banyak, namun yang jelas disebutkan dalam Al-Qur’an hanya empat dan wajib
diketahui oleh orang Islam, yaitu :
– Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s
– Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s
– Injil diturunkan kepada Nabi Isa a.s
– Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
– Taurat diturunkan kepada Nabi Musa a.s
– Zabur diturunkan kepada Nabi Daud a.s
– Injil diturunkan kepada Nabi Isa a.s
– Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
d.
Nabi
dan Rasul
Beriman kepada
Rasul-Rasul Allah ialah meyakini bahwa Allah telah memilih beberapa orang
diantara manusia, memberikan wahyu kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai
utusan (Rasul) untuk membimbing manusia kejalan yang benar. Mereka diutus Allah
untuk mengajarkan Tauhid, meluruskan aqidak, membimbing cara beribadah dan
memperbaiki akhlak manusia yang rusak. Beriman kepada Rasul cukup secara global
(Ijmal) dan yang wajib diketahui ada 25 Rasul, yaitu:
1. Nabi Adam a.s
2. Nabi Idris a.s
3. Nabi Nuh a.s
4. Nabi Hud a.s
5. Nabi Shaleh a.s
6. Nabi Ibrahim a.s
7. Nabi Luth a.s
8. Nabi Ismail a.s
9. Nabi Ishaq a.s 10. Nabi Ya’qub a.s
11. Nabi Yusuf a.s
12. Nabi Ayub a.s
13. Nabi Syu’aib a.s
14. Nabi Musa a.s
15. Nabi Harun a.s
16. Nabi Zulkifli a.s
17. Nabi Daud a.s
18. Nabi Sulaiman a.s 19. Nabi Ilyas a.s
20. Nabi Ilyasa’ a.s
21. Nabi Yunus a.s
22. Nabi Zakaria a.s
23. Nabi Yahya a.s
24. Nabi Isa a.s
25. Nabi Muhammad SAW
2. Nabi Idris a.s
3. Nabi Nuh a.s
4. Nabi Hud a.s
5. Nabi Shaleh a.s
6. Nabi Ibrahim a.s
7. Nabi Luth a.s
8. Nabi Ismail a.s
9. Nabi Ishaq a.s 10. Nabi Ya’qub a.s
11. Nabi Yusuf a.s
12. Nabi Ayub a.s
13. Nabi Syu’aib a.s
14. Nabi Musa a.s
15. Nabi Harun a.s
16. Nabi Zulkifli a.s
17. Nabi Daud a.s
18. Nabi Sulaiman a.s 19. Nabi Ilyas a.s
20. Nabi Ilyasa’ a.s
21. Nabi Yunus a.s
22. Nabi Zakaria a.s
23. Nabi Yahya a.s
24. Nabi Isa a.s
25. Nabi Muhammad SAW
Masalah
yang masih diperselisihkan dalam kaitannya dengan iman kepada para Nabi dan
Rasul adalah mengenai jumlahnya. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya.
Sebagian ulama’ mengatakan bahwa jumlah seluruhnya adalah 124.000 orang. Dari
jumlah itu yang diangkat menjadi Rasul sebanyak 313 orang.
e.
Hari
Kiamat
Hari kiamat
(Hari Akhirat) ialah kehancuran alam semesta segala yang ada didunia ini akan
musnah dan semua makhluk hidup akan mati, selanjutnya akan berganti dengan yang
baru yang disebut Alam Akhirat.
Iman kepada hari
kiamat berarti mempercayai akan adanya hari tersebut dan kehidupan sesudah mati
serta beberap hal yang berhubungan dengan hari kiamat. Seperti kebangkitan dari
kubur, Hisab (Perhitungan Amal), Sirat (Jembatan yang terbentang diatas punggung
neraka), Surga dan Neraka.
Kapan
hari kiamat akan datang, tidak seorangpun yang tahu dan hanya Allah saja yang
mengetahui. Manusia hanya diberi tahu melalui tanda-tandanya sebelum hari
kiamat tiba.
Para ulama telah sepakat dalam masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi didalamnya hanya saja mereka Ikhtilaf tentang apa yang akan dibangkitkan. Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dibangkitkan meliputi jasmani dan rohani. ini dikeluarkan oleh golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah. Adapun pendapat kedua yang dibangkitkan adalah rohnya saja.
Para ulama telah sepakat dalam masalah adanya hari kiamat dan hal-hal yang terjadi didalamnya hanya saja mereka Ikhtilaf tentang apa yang akan dibangkitkan. Pendapat pertama mengatakan bahwa yang dibangkitkan meliputi jasmani dan rohani. ini dikeluarkan oleh golongan Ahlus Sunah Wal Jamaah. Adapun pendapat kedua yang dibangkitkan adalah rohnya saja.
f.
Takdir
Dalam masalah taqdir, orang islam
sepakat perlunya meyakini adanya ketentuan Allah yang berlaku bagi semua
makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun berbeda dalam memahami dan
memperaktekkannya.
Pertama
: Qodariyah berpendapat bahwa segala perbuatan manusia baik maupun buruk
semuanya ditentukan oleh manusia itu sendiri. Allah tidak mempunyai sangkut pautnya dalam hal ini karena Allah
telah menyerahkan kodratnya kepada manusia. Allah akan memberi pahala kepada
orang yang telah berbuat baik, karena
dia telah menggunakan kodrat yang diberikan Allah dijalan yang baik. Dan bagi
orang yang berbuat jahat maka Allah akan
menyiksanya karena kodrat yang diberikan digunakn untuk jalan keburukan.
Kedua
: kaum Jabariyyah mempunyai I’tiqod yang bertolak belakang dengan I’tiqod kaum
Qodariyah. Jabariyyah berpendapat bahwa manusia tidak punya daya apa-apa karena
segalanya telah ditentukan oleh Allah. Manusia tidak punya usaha, tidak punya
ikhtiar sebab seluruhnya yang menentukan adalah Allah. Pendapat Jabariyyah ini
dianggap menyimpang oleh golongan Ahlussunnah Waljama’ah. Memang semuanya ini
ditentukan oleh Allah tetapi Allah juga telah menciptakan usaha dan ikhtiar
manusia. Oleh karena itu manusia mempunyai keharusan untuk berusaha.
Ketiga
: sebenarnya I’tiqod Ahlussunnah Waljama’ah merupakan perpaduan dari I’tiqod
Jabriyyah dan Qodariyah, artinya segala sesuatu
dialam ini memang telah
ditentukan oleh Allah, namun manusia diberi kewenangan untuk melakukan ikhtiar
terlebih dahulu. Seperti firman Allah yang telah dipaparkan dalam Al-Qur’an
yang artinya: “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum
itu sendiri merubah apa yang ada pada diri mereka. (QS ar-Ra’du: 11)”.
Beriman kepada takdir artinya seseorang mempercayai
dan meyakini bahwa Allah SWT. Tidak menjadikan segala makhluk dengan Kudrat dan
Iradat-Nya dan dengan segala hikmah-Nya.
Allah berfirman :
Allah berfirman :
“Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya.” (Q.S.Al-Qamar : 49)
Beriman kepada takdir bagi setiap orang muslim bukan
dimaksudkan untuk menjadikan manusia lemah, pasif, statis atau menyerah tanpa
usaha. Bahkan dengan beriman kepada takdir mengharuskna manusia untuk bangkit
dan berusaha keras demi mencapai takdir yang sesuai kehendak yang diinginkan.
Dalam persoalan mengimani takdir, orang Islam
sepakat perlunya meyakini adanya ketentuan Allah yang berlaku bagi semua
makhluk yang ada dialam semesta ini. Namun berbeda dalam memahami dan
mempraktekannya.
Golongan Jabariyah yang dipelopori oleh Jahm bin
Sahfwan berpendapat bahwa takdir Allah berarti manusia memiliki kemampuan untuk
memilih, segala perbuatan dan gerak yang dilakukan manusia pada hakikatnya
adalah dari Allah semata, manusia menurut mereka sama seperti wayang yang
digerakkan oleh ki dalang karena itu manusia tidak mempunyai bagian sama sekali
dalam mewujudkan perbuatan-Nya.
Pendapat lain bahwa manusia mampu mewujudkan
perbuatannya. Tuhan tidak ikut campur tangan dalam perbuatan manusia itu dan
mereka menolak segala sesuatu terjadi karena takdir Allah SWT. Golongan mereka
disebut Aliran Qadariyah yang dipelopori oleh Ma’bad Al-Jauhari dan Gharilan
Al-Damsiki.
C.
3 Prinsip
dasar Akidah
Para ulama sering menjelaskan tiga
prinsip yang harus jadi pegangan setiap muslim. Jika prinsip ini dipegang,
barulah ia disebut muslim sejati.
Para ulama mengatakan, Islam adalah:
الاستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة والبراءة من الشرك
وأهله
“Berserah diri pada Allah dengan
mentauhidkan-Nya, patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan berlepas diri
dari syirik dan pelaku syirik.”
1. Prinsip pertama: Berserah diri pada
Allah dengan bertauhid
Yaitu kerendahan diri dan tunduk
kepada Allah dengan tauhid, yakni mengesakan Allah dalam setiap peribadahan
kita. Maksud prinsip ini adalah beribadah murni kepada Allah semata, tidak pada
yang lainnya. Siapa yang tidak berserah diri kepada Allah, maka ia termasuk
orang-orang yang sombong. Begitu pula orang yang berserah diri pada Allah juga
pada selain-Nya (artinya: Allah itu diduakan dalam ibadah), maka ia disebut
musyrik. Yang berserah diri pada Allah semata, itulah yang disebut muwahhid (ahli
tauhid).
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam
ibadah. Sesembahan itu beraneka ragam, orang yang bertauhid hanya menjadikan
Allah sebagai satu-satunya sesembahan. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ
إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah: 31).
2. Prinsip kedua:
Taat kepada Allah dengan melakukan ketaatan
Pokok Islam
yang kedua adalah adanya ketundukan dan kepatuhan yang mutlak kepada Allah. Dan
inilah sebenarnya yang merupakan bukti kebenaran pengakuan imannya. Penyerahan
dan perendahan semata tidak cukup apabila tidak disertai ketundukan terhadap
perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi apa-apa yang dilarang,
semata-mata hanya karena taat kepada Allah dan hanya mengharap wajah-Nya
semata, berharap dengan balasan yang ada di sisi-Nya serta takut akan adzab-Nya.
Allah berfirman, “Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan: “Kami telah beriman”,
sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang
yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Alloh mengetahui orang-orang yang benar
dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” ( Al-Ankabut:
2-3)
3.
Prinsip ketiga: Berlepas diri dari
syirik dan pelaku syirik
Tidak cukup seseorang berprinsip
dengan dua prinsip di atas. Tidak cukup ia hanya beribadah kepada Allah saja,
ia juga harus berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik. Jadi prinsip seorang
muslim adalah ia meyakini batilnya kesyirikan dan ia pun mengkafirkan
orang-orang musyrik.
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ
مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ
مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami
berlepas diri daripada kamu daripada apa yang kamu sembah selain Allah.” (QS. Al Mumtahanah: 4). Ibrahim
berlepas diri dari orang musyrik dan sesembahan mereka.
D.
Klasifikasi akidah pokok dan cabangnya
Klasifikasi yang terakhir ini didasarkan atas mutu atau
urgensi suatu ilmu bagi manusia, baik yang menyangkut kehidupan dunia maupun
akhirat. Bagi Ibnu Sina, terlihat bahwa ilmu metafisika atau ilmu ketuhanan
lebih utama dari ilmu lainnya, sebab persoalan ini menyangkut kewajiban manusia
sebagai individu dan hubungannya dengan Sang Pencipta. Hal ini tidak berarti,
bahwa ilmu alam dan matematika tidak penting. Klasifikasi itu hanya menunjukkan
kepada struktur atau tartib pengajaran. Ilmu ketuhanan meski didahulukan
daripada ilmu lainnya, sebab ia menyangkut dengan penanaman akidah dan
keyakinan. Kemudian peringkat kedua adalah ilmu matematika, ia didahulukan dari
ilmu alam sebab matematika merupakan alat untuk mengkaji ilmu alam. Tetapi,
dalam penyusunan kurikulum bisa saja akidah diajarkan seiring dengan ilmu alam
dengan menjadikan fenomena alam yang diperhatikan siswa sebagai media penguatan
akidah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari beberapa uraian terdahulu dapat ditarik kesimpulan :
Dari beberapa uraian terdahulu dapat ditarik kesimpulan :
1. Akidah
adalah suatu pokok atau dasar keyakinan yang harus dipegang teguh oleh orang yang mempercayainya. Menurut Hasan al-Banna
aqa’id (jama’ akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya
oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.
2. Akidah
pokok adalah aqidah umat islam yang masih terpelihara dan masih murni sebagai
mana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yang tercakup didalam Arkanul Iman.
3. Perpecahan
umat islam mulai terjadi setelah berakhirnya kepemimpinan kholifah Umar bin
Khattab. Kemudian muncul permasalahan yang menimbulkan terjadinya pembunuhan
khalifah Ustman bin affan (th 345-656 M) oleh pemberontak yang sebagian besar
dari Mesir yang tidak puas dengan kebijakan politiknya. Awalnya peristiwa ini
hanya sebuah permasalan politik yang akhirnya berkembang menjadi persoalan
teologi sehingga melahirkan berbagai
aliran dengan teologi dan pandangan yang berbeda-beda. Pada masa ini
umat islam tidak mampu lagi mempertahankan kesatuan dan keutuhan akidahnya,
karena masing-masing berusaha membuka persoalan akidah yang sebelumnya
terkunci. Maka lahirlah cabang-cabang akidah yang pemahamannya bervariasi dari
masing-masing aspek rukun iman.
4. Inti
pokok ajaran Islam adalah akidah firman\dan inti dari akidah adalah Tauhid
yakni keyakina bahwa Allah SWT Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia.
5. Rukun Iman mencakup 6 aspek yaitu Iman kepada
Allah, Malaikat, Kitab-Kitab Allah, Rasul, Hari Kiamat dan Iman Kepada Qada dan
Qadar.
6. Akidah
cabang yang diperselisihkan lahir karena umat Islam pada masa itu masing-masing
berusaha membuka persoalan akidah dengan berbagai macam pemahaman dari aspek
Rukun Iman.
B. SARAN
Kami menyadari
sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian yang kadangkala
hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada
kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makah
kami dilain waktu.
Agar kita
dapat memahami Tauhid dengan benar hendaknya mempunyai pemahaman yang mendalam
tentang tauhid sesuai dengan anjuran Al-Qur’an. Ajaran tauhid memberikan kepada
kepada kita bahwa hidup dan mati seseorang hanya berbakti kepada Allah dan
bertaqwa kepada-Nya. Segala perbedaan pendapat bukan berarti mencari kebenaran,
akan tetapi usaha-usaha bagaimana cara mendapatkan kebenaran yang telah ada
jadi tauhid disamping sebagai akidah juga berfungsi sebagai falsafat (penuntun)
DAFTAR PUSTAKA
http://wardimaneyato.blogspot.co.id/2016/02/akidah-pokok-dan-cabangnya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar