BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam
pembahasan makalah kali ini, kita akan membahas mengenai Ulumul Qur’an. Tapi
sebelumnya, disini kami akan menjelaskan pengertian dari Al-Qur’an itu sendiri.
Al Qur’an adalah Kalam Allah yang di turunkan kepada Rasulullah SAW melalui
perantara malaikat Jibril. Al Qur’an sebagai sumber ilmu bagi kaum muslimin
yang telah mencakup segala dasar-dasar hukum. Sedangkan Ulum berasal dari kata
ilm, yang artinya ilmu. Dengan demikian Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas
tentang Al Qur’an. Termasuk ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an seperti
Makkiyah Madaniyah, Nasikh Mansukh, Muhkam Mutasyabih dan lain-lain. Di dalam
Ulum Qur’an juga membahas tentang Ilmu Tafsir karena Ilmu Tafsir dan Ulumul
Qur’an keduanya memiliki relasi.
Penting bagi
kita untuk mempelajari dan memahami Ulumul Qur’an. Karena dengan mempelajari
Ulumul Qur’an, kita akan mengetahui
gambaran tentang Al Qur’an dari aspek turunnya ayat (Asbabun Nuzul), Tafsir,
Pengumpulan dan Penulisan Al-Quran dan lain sebagainya. Selain itu kita dapat
menafsirkan dan memahami Al Qur’an tanpa adanya kekeliruan. Ulumul Qur’an
memiliki relasi yang erat dengan tafsir. Dengan kita mempelajarinya, kita akan
menjadi lebih mengerti bahwa Al Qur’an tidak sebatas kitab yang di sampaikan
kepada Rasulullah, melainkan keterangan dan penjelasan serta hal-hal yang di
wakilkan dari sahabat Rasulullah dan tabi’in yang berkontribusi dalam
menafsirkan tiap ayat Al Qur’an.
- RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian dari Ulumul Qur’an?
2.
Apa
saja ruang lingkup Ulumul Qur’an?
3.
Apa
saja cabang-cabang pokok dari Ulumul Qur’an?
4.
Apa
saja macam-macam tafsir?
B. TUJUAN
1.
Untuk
memahami pengertian dari Ulumul Qur’an
2.
Untuk
mengetahui ruang lingkup Ulumul Qur’an
3.
Untuk
mengetahui cabang-cabang pokok dalam Ulumul Qur’an
4.
Untuk
memahami macam-macam tafsir
BAB II
PEMBAHASAN
- PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Sebelum kita
membahas mengenai Ulumul Qur’an. Sebaiknya kita mengetahui apa arti Al Qur’an.
Menurut bahasa, yaitu Al-Lihyani seorang ahli Bahasa, ia berpendapat Al Qur’an
merupakan kata benda (mashdar) dari kata kerja (fi’il) yang berarti bacaan (Studi Al Quran hal 1). Sedangkan menurut ahli Bahasa,
al-Farra’ berpendapat Al Qur’an berasal dari kata al-Qara’in jamak dari kata
Qarinah yang berarti petunjuk (Studi Al Quran hal 1 dan
2). Di dalam Al Qur’an surah Al Waqiah ayat 77-78 juga sudah di
jelaskan, artinya “Sesungguhnya Al-Qur’an
ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul
Mahfudz)”(Studi Al Quran hal 2 dan 3).
Sedangkan secara istilah, Menurut as Sabuni, Al Qur’an adalah kalam Allah SWT
yang di turunkan kepada Nabi dan Rasulullah melalui malaikat Jibril yang
tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, membacanya
merupakan ibadah yang diawali dengan surah Al Fatihah dan diakhiri dengan surah
an-Nas(Studi Al Qur’an hal 3).
Sedangkan Ulumul
Qur’an berasal dari dua kata: ‘Ulum dan Al Quran. ‘Ulum adalah jamak dari kata
tunggal yaitu ‘ilm, yang berarti ilmu. Secara harfiah, Ulumul Qur’an dapat
diartikan sebagai ilmu-ilmu Al Qur’an atau ilmu yang membahas Al Qur’an. Secara
istilah, menurut Muhammad ‘Ali al-Shabuni adalah rangkaian pembahasan yang
berhubungan dengan Al Qur’an yang agung lagi kekal, baik dari segi (proses)
penurunan dan pengumpulan serta tertib urutan-urutan dan pembukuannya; maupun
dari sisi pengetahuan tentang sebab nuzul, makkiyah madaniyyah, nasikh
mansukhnya, muhkam mutasyabihnya dan pembahasan lain yang berkenaan dengan Al
Quran atau yang berhubungan dengan Al Qur’an.
- RUANG LINGKUP ULUMUL QURAN
Ruang lingkup Ulumul Quran adalah
segala pembahasan mengenai al-qur’an baik langsung maupun tidak langsung.
Biasanya pembahasan mengenai pengertian al-qur’an baik secara etimologis maupun
terminologis, termasuk di dalamnya tentang wahyu. Kemudian dibahas tentang
turunnya al-qur’an dari Allah SWT ke Lauh Mahfuzh, lalu ke Baitul ‘Izzah di
langit dunia, lalu kepada Nabi Muhammad SAW. Setelah itu dibahas tentang
makkiyah dan madaniyah, apa yang menjadi ukuran dalam pengelompokan surat atau
ayat tersebut. Apakah tempat penurunannya, waktu atau sasaran penurunannya
kepada siapa al-qur’an disampaikan. Ulama juga tidak lupa membahas tentang ayat
pertama dan yang terakhir diiturunkan.
Pembahasan dilanjutkan tentang
sejarah pengumpulan al-quran, baik dari sisi hafalan, dan penulisannya, mulai
dari zaman Rasulullah, zaman Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, dan zaman Khalifah
Utsman bin ‘Affan. Juga dibahas mengenai ayat dan surat, berapa jumlahnya,
susunan ayat-ayat dan surat-surat, dan juga penamaan masing-masing surat,
apakah susunan dan penamaan itu bersifat tauqifi atau taufiqi?
Selanjutnya membahas tentang ashab
an-nuzul yaitu pertanyaan yag diajukan kepada Rosulullah kemudian turun
al-qur’an (satu atau beberapa ayat atau satu surat) merseponnya. Membahas juga
tentang qiraah, mana yang dapat diterima dan mana yang tidak, apa kriterianya
dan siapa saja imam-imam qiraah yang masyhur.
Kemudian membahas tentang nasikh
mansukh, apakah terdapat dalam al-qur’an. Sebagian ulama menolak adanya nasikh
mansukh dalam al-qur’an, dan sebagian ulama lainnya menerima bahkan sangat
mudah menetapkannya sehingga jumlah nasikh mansukh sangat banyak, tetapi ada
juga ulama yang mengambil jalan tengah dengan menerima dengan selektif. Lalu
dibahas pula tentang muhkam dan mutasyabih, apa yang dimaksud dan apa saja
aspek-aspek tasyabuh, bagaimana sikap para ulama terhadap ayat-ayat
mutasyabihat dan hikmah dengan adanya ayat-ayat tersebut. Tidak lupa juga membahas
tentang munasabah dalam al-qur’an, yaitu hubungan antara satu ayat atau surat
dengan ayat atau surat sebelum dan sesudahnya. Dan juga membahas macam-macam
kisah di dalam al-qur’an, apakah ada kisah dalam al-qur’an yang fiktif?
Membahas juga tentang mukjizat
al-qur’an dari aspek bahasa, sejarah, ramalan masa depan dan aspek ilmu
pengetahuan. Kemudian terakhir dibahas tentang tafsir al-qur’an, pengertian
tafsir, bentuk, metode dan corak atau warna penafsiran, termasuk membahas
tentang tafsir al-qur’an tematis atau at-tafsir al-maudhu’i.
- POKOK PEMBAHASAN
Secara garis besar Ilmu Al-Qur’an
terbagi dua pokok bahasan yaitu :
1.
Ilmu
yang berhubungan dengan riwayat semata-mata, seperti ilmu yang membahas tentang
macam-macam qira’at, tempat turun ayat-ayat Al-Qur’an, waktu-waktu turunnya dan
sebab-sebabnya.
2.
Ilmu
yang berhubungan dengan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan
penelaahan secara mendalam seperti memahami lafadz yang ghorib (asing) serta
mengetahui makna ayat-ayat yang berhubungan dengan hukum.
Namun, Ash-Shiddieqi memandang
segala macam pembahasan Ulumul Qur'an itu kembali kepada beberapa pokok persoalan,
sebagai berikut:
1.
Persoalan
nuzul. Persoalan ini menyangkut tiga hal, yaitu waktu dan tempat turunnya
Al-Qur’an, sebab-sebab turunnya Al-Qur'an, dan sejarah turunnya Al-Qur'an.
2.
Persoalan
sanad. Persoalan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawatir,
yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qira'at Nabi, para periwayatnya dan para
penghafal Al-Qur'an, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).
3.
Persoalan
ada’ al qiroah (cara membaca Al-Qur'an) hal ini menyangkut waqof (cara
berhenti), Ibtida’ (cara memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan),
takhfif hamzah (meringankan bacaan hamzah), idghom ( memasukkan bunyi huruf
yang sakin kepada bunyi huruf sesudahnya).
4.
Pembahasan
yang menyangkut lafal Al-Qur'an yaitu tentang yang ghorib (pelik), mu’rob
(menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytariq (lafal yang
mengandung lebih dari satu makna), murodif (sinonim), isti’arab (metaphor), dan
tasbih (penyempurnaan).
5.
Persoalan
makna Al-Qur'an yang berhubungan dengan Al-Qur'an, yaitu ayat yang bermakna
‘amm (umum) dan tetap dalam keumumannya, yang nash, yang dzahir, yang
mujmal(bersifat global), yang mufassal (dirinci), yang mantuq (makna yang
berdasarkan pengutaraan), yang mafhum (makna yang berdasarkan pemahaman), yang
mutlaq (tidak terbatas), yang muqoyyad (terbatas), yang muhkam (kukuh,
jelas)mutashabih (samar), yang muskhil (maknanya pelik), yang nasikh
(menghapus), mansukh (dihapus), muqaddam (didahulukan), muakhor (
dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) pada waktu tertentu, dan yang hanya ma’mul
(diamalkan) oleh seorang saja.
6.
Persoalan,
makna al quran yang berhubungan dengan lafal yaitu fasl (pisah) washl
(berhubungan), ijaz (singkat) ithnab (panjang), musawah (sama) dan qahr
(pendek).
- MACAM-MACAM TAFSIR
Diantara cabang
Ulumul Qur’an, yang paling utama adalah ilmu tafsir. Ilmu Tafsir sangat penting
karena dalam menggali dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an, ilmu tafsir berperan
penting.
·
Pengertian
Tafsir
Secara bahasa,
tafsir dapat diartikan sebagai menjelaskan (al-idhah), menerangkan (al tibyan),
menampakkan (al izhar) dan mengungkapkan (Studi Al Qur’an). Kata tafsir sendiri
berasal dari kata yang al-fasr yang berarti membuka sesuatu yang tertutup. Sedangkan,
tafsir menurut Ulumul Al Qur’an adalah membuka dan menjelaskan maksud yang
sukar dari suatu lafadz. Menurut Al Jurjani dalam kitab At-Ta’rifat adalah
Tafsir pada asalnya adalah membuka dan mejelaskan sedangkan menurut syara’
adalah menjelaskan makna ayat, keadaannya, kisahnya dan sebab ayat di turunkan,
dengan lafal yang menunjukkannya dengan jelas. Sedangkan menurut Abdul Azhim
Az-Zarqani dalam kitabnya yang berjudul Manahilul ‘Irfan artinya Tafsir dalam
pengertian istilah adalah Ilmu yang membahas Al Qur’anul Karim sari segi
pemahaman maknanya, sesuai yang dikehendaki Allah SWT menurut kadar kemampuan
manusia. Berikut adalah macam-macam tafsir dalam berbagai dimensi:
1.
Tafsir
bil Ma’tsur/ bi al-Riwayah/bi al-Manqul
Secara bahasa
bil Ma’tsur artinya adalah menyebutkan atau mengutip dan memuliakan atau
menghormati. Al atsar juga berarti sunnah, hadis, jejak, bekas dan pengaruh.
Maka al Ma’tsur hakikatnya adalah penafsiran Al Qur’an yang dilakukan dengan
cara menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an, menafsirkan ayat Al Qur’an dengan
Sunnah/Hadits. Berikut jenis-jenis tafsir bil Ma’tsur
i.
Tafsir
Al Qur’an bi Al Qur’an, Yaitu menafsirkan bagian kosakata tertentu Al Qur’an
dengan bagian ayat Al Qur’an yang lain. Ada yang dalam bentuk menafsirkan ayat
yang satu dengan ayat yang lain dalam -surat yang sama, dan ada pula dalam
bentuk menafsirkan ayat satu dengan ayat yang lain dalam surat yang berbeda.
Contoh: didalam Surah Al Fatihah ayat 6 yang selanjutnya di tafsirkan dengan Al
Fatihah ayat 7.
-
Contoh
Tafsir bil Al Ma’tsur
Didalam Surah Al Fatihah:6
“Tunjukilah
kami jalan yang lurus”
Makna jalan yang lurus diartikan di ayat selanjutnya.
“(Yaitu)
jalan orang-orang yang engkau anugerahkan nikmat kepada mereka bukan (jalan)
mereka yang di murkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
ii.
Tafsir
Al Qur’an bi AsSunnah Nabawiyyah, menafsirkan Al Qur’an dengan hadits. Sesuai dengan
kedudukannya hadits disini sebagai penjelas makna Al Qur’an.
-
Contoh
dalam surah Al Baqarah ayat 43
Firman Allah tersebut menjelaskan
tentang kewajiban mendirikan shalat lalu di tafsirkan dalam sabda Rasulullah
“Shalatlah kalian semua sebagaimana kalian melihat aku shalat”
·
Contoh
kitab Tafsir Bil Ma’tsur adalah
a.
Jami’
Al Bayn Karya Ibnu Jarir a Thabari
b.
Tafsir
Al Qur’an al Azhim Karya Imad al-Din
c.
Tafsir
al Samarqandi Karya Nasr Bin Muhammad bin Ahmad Abu al Laits al Samarqandi.
d.
Dll.
·
Kelebihan
dan kekurangan Tafsir bil Ma’tsur adalah
Kelebihannya
adalah menjadi tafsir yang paling berkualitas dan paling tinggi kedudukannya.
Namun kelemahannya adalah mencampuradukkan antara riwayat yang shahih dan yang
tidak shahih.
2.
Tafsir
bi Dirayah/bil Ma’qul/bi al Ra’yi/bi al Ijtihad
Kata dirayah dari kata
dara-yadri-dayra-wardiyatan-wadiyaratan yang artinya mengerti, mengetahui, dan
memahami. Kata dirayah, merupakan sinonim dari kata ra’yun yang berarti
melihat, mengerti, menyangka, mengira. Dalam istilah, Tafsir bi al Ra’yi adalah
penafsiran Al Qur’an yang dilakukan berdasarkan ijtihad mufassir. Dengan kata
lain tafsir ini lebih berorientasi kepada penalaran ilmiah yang bersifat
aqli/rasional.
·
Contoh
kitab Tafsir bi al Ra’yi:
a.
Tafsir
Jalalain
b.
Mafatih
al Ghaib
c.
Al
Tibyan fi Tafsiri Al Qur’an, dll.
·
Kelebihan
dan Kekurangan Tafsir bi al Ra’yi
Kelebihannya
adalah terletak pada kemungkinan mufassir dapat menafsirkan seluruh ayat Al
Qur’an secara dinamis dan sesuai dengan perkembangan IPTEK. Kelemahannya adalah
terdapat kemungkinan penafsiran yang dipaksakan dan subjektif.
Contoh Tafsir bi al
Ra’yi
Artinya: “Hai, Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
putri-putrimu dan istri orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan kain
keseluruh tubuh mereka”, Dengan pakaian serupa itu, mereka lebih mudah dikenal
maka mereka tidak diganggu lagi dan Allah senantiasa Maha Pengampun dan Maha
Penyayang”
Maka dari ayat tersebut
wanita di minta untuk memakai jilbab, demi kebaikan mereka. Dalam kaidah ushul
fiqh hal ini termasuk hukumnya wajib. Namun ada yang berpendapat bahwa
menggunakan jilbab itu wajib namun bersifat kondisional.
3.
Tafsir
bi al Isyarah/Tafsir Shufiyah/Tafsir Bathiniyyah
Al Isyarah, adalah persamaan dengan kata
al-dalil yang berarti tanda, petunjuk, indikasi, isyarat, perintah, panggilan,
nasihat dan saran. Sedangkan tafsir bi al Isyarah adalah menakwilkan Al Qur’an
dengan mengesampingkan makna lahiriyah karena ada isyarat tersembunyi yang
hanya bisa di ketahui oleh orang yang mengetahui ilmu tasawuf.
·
5
Syarat Tafsir bi al isyarah
a.
Tidak
menafikan makna lahir dari makna yang ada didalam Al Qur’an
b.
Mufassir
perlu mempertimbangkan makna tersurat, tidak boleh mengklaim inilah
satu-satunya penafsiran yang benar
c.
Tidak
menggunakan takwil yang jauh dan menyimpangkan
d.
Tidak
bertentangan dengan dalil syara’ maupun aqli
e.
Ada
pendukung dalil syar’i yang memperkuat penafsiran
·
Contoh
Kitab Tafsir bi al Isyarah
1.
Ghara’ib
Al Qur’an wa Ragha’ib al Furqon
2.
‘Ara’is
al Bayan fi Haqa’iq Al Qur’an
3.
Tafsir
wa Isyarat Al Qur’an
·
Kelebihan
dan kekurangan Tafsir bi al Isyarah
Penafsiran dalam
Al quran tidak seperti dzahirnya, cenderung menggunakan hati nurani dan hanya
dapat dipahami oleh orang yang memiliki ilmu tasawuf karena terdapat kesamar
dalam penafsirannya.
Salah satu contoh
bentuk penafsiran dari Tafsir bi al Isyarah
Yang makna zahirnya
adalah “Dan (Ingatlah) seketika berkata
Musa kepada kaumnya: Sesungguhnya Allah mememrntahkan kamu menyembelih seekor
sapi betina. Mereka berkata: Apakah akan engkau ambil kami ini jadi permainan?
Dia berkata: Berlindung aku kepada Allah, daripada jadi seorang diantara
orang-orang yang bodoh” Didalam Tafsir bi al Isyarah dijelaskan makna
menyembelih seekor sapi betina dengan “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah”.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan
dengan Al-Qur’an yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. Pertumbuhan
dan perkembangan Ulumul Qur’an menjelma menjadi suatu disiplin ilmu melalui
proses secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan dan kesempatan untuk
membenahi Al-Qur’an dari segi keberadaan dan pemahamannya. Jadi, Al-Qur’an
adalah pedoman hidup bagi manusia yang disajikan dengan status sastra yang tinggi.
Kitab suci ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia semenjak Al-Qur’an
diturunkan, terutama terhadap ilmu pengetahuan, peradaban serta akhlak manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. 2014. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Itqan Publishing.
Anwar, Rosihan. 2000. Ulum Al-Quran. Bandung:
Pustaka Setia.
Syadali, Ahmad dan Ahmad Rofi’I. 1997. Ulumul
Quran 1. Bandung: Pustaka Setia.
Suma, Muhammad Amin.
2013. Ulumul Qur’an. Jakarta:
Rajawali Press
Tim Penyusun MKD IAIN
Sunan Ampel Surabaya. 2011. Studi Al
Qur’an. Surabaya: IAIN SA Press.